PEMANFAATAN ALGA SEBAGAI BAHAN KOSMETIKAL
MAKALAH BIOLOGI
“PEMANFAATAN
ALGA SEBAGAI BAHAN KOSMETIKAL”
Nama :
Dini Rudianti
NIM : 1167020022
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT, Sang Pencipta alam semesta,
manusia, dan kehidupan beserta segala isinya. Karena berkat pimpinan, bantuan,
izin serta bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Pemanfaatan Alga Sebagai Bahan Kosmetika” ini pada waktunya. Pada kesempatan
ini, penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak
Imran selaku dosen yang membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah
ini membahas mengenai pemanfaatan alga sebagai bahan untuk berbagai kosmetika. Penulis
mengumpulkan data-data dari berbagai sumber seperti jurnal penelitian, buku dan
internet. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan kepada
pembaca mengenai manfaat alga. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan
kritik membangun dari para pembaca demi peningkatan kualitas makalah dan untuk
pembelajaran lagi bagi penulis.
Bandung, Oktober 2018
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kosmeseutikal adalah bidang yang
pertumbuhannya paling cepat dari industri skin
care. Pelembab, tabir surya, lightener pigment dan berbagai sediaan
kosmetik lain telah diimprovisasi dengan penambahan obat guna hasil yang lebih
baik. Kosmeseutikal sangat berkontribusi untuk industri kosmetik. Meskipun
efeknya relatif kecil dan memerlukan waktu yang relatif lama, produk ini dapat
meningkatkan penampilan dan kesehatan kulit apabila dilakukan penggunaan yang
terus menerus secara teratur selama periode waktu tertentu (Lestari dan Mita,
2007).
Alga laut mempunyai banyak manfaat,
diantaranya untuk obat dan sebagai bahan kosmetik karena mengandung beberapa
senyawa bioaktif. Dari manfaat ini, muncul istilah cosmeceutical yaitu merujuk
pada suatu produk yang termasuk kosmetikal dan obat (drugs). Menurut Fitton dkk
(2016), ekstrak alga digunakan sebagai perawatan kulit yang dapat memperbaiki fungsi dan struktur kulit.
Ekstrak alga dapat merangsang regenerasi kulit, mengurangi kerutan, mengurangi
stres oksidatif dan meningkatkan sintesis kolagen.
Alga laut merupakan organisme fotosintetik
yang sering terpapar sinar matahari dan oksigen tinggi. Sinar matahari dan
oksigen ini merupakan pemicu terbentuknya radikal bebas dan agen pengoksidasi
(oksidator) yang kuat. Radikal bebas dan oksidator dapat merubah struktur dan
fungsi sel, namun berdasarkan penelitian pada sel alga tidak mengalami
kerusakan. Hal ini membuktikan bahwa alga laut memiliki mekanisme pertahanan
anti oksidatif dan mengandung senyawa antioksidan. Tujuan ekstrak alga sebagai bahan
kosmetik ialah sebagai eksipien (emulsifier
atau stabilizer) dan sebagai bahan
bioaktif terapeutik (antioksidan, antibakteri, anti-inflamasi, dll) (Uppala,
2015).
Alga termasuk kingdom Plantae yang merupakan
sumber bahan baku yang halal untuk digunakan pada kosmetik. Bahan aktif alga
berpotensi sebagai bahan baku kosmetik di Indonesia dengan mayoritas penduduk
muslim. Jumlah biomasa rumput laut lebih banyak dibandingkan jumlah total
biomasa tumbuhan dan hewan lain yang hidup di darat, diperkirakan jumlahnya lebih
dari dua kali lipat. Meskipun rumput laut secara tradisional telah digunakan
sebagai bahan kosmetik sejak dahulu kala, tetapi pengembanganya masih sangat minim.
Berdasarkan peluang-peluang ini, perlu dilakukan penelitian dan kajian tentang
kandungan alga laut sebagai bahan kosmetikal yang alami, murah dan aman. Makalah
ini merupakan langkah awal untuk pengembangan bahan alami laut, khususnya alga
untuk perluasan produk kelautan, memasuki dunia industri kosmetik.
1.2 Rumusan
Masalah
1.1.1
Apa itu kosmetik,
kosmetikal dan alga?
1.1.2
Bagaimana Potensi Alga
Sebagai Bahan Kosmetikal?
1.1.3
Alga Apa Saja yang
Digunakan Sebagai Bahan Kosmetikal?
1.3 Tujuan
Pembahasan
1.1.4
Untuk mengetahui
perbedaan kosmetik dan kosmetikal juga mengetahui tentang alga.
1.1.5
Untuk mengetahui potensi
alga sebagai bahan kosmetikal.
1.1.6
Untuk mengetahui
jenis-jenis alga yang digunakan sebagai bahan kosmetikal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kosmetik,
Kosmetikal dan Alga
Bedasarkan BPOM
(2008), kosmetik adalah setiap bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada seluruh bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,
bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa disekitar
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan dan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi
baik. Secara umum, kosmetik memiliki komposisi (formulasi) bahan aktif, fase
minyak dan fase air.
Kosmeseutikal
adalah bidang yang pertumbuhannya paling cepat dari industri skin care.
Pelembab, tabir surya, lightener pigment dan berbagai sediaan kosmetik lain
telah diimprovisasi dengan penambahan obat guna hasil yang lebih baik.
Kosmeseutikal sangat berkontribusi untuk industri kosmetik. Meskipun efeknya
relatif kecil dan memerlukan waktu yang relatif lama, produk ini dapat
meningkatkan penampilan dan kesehatan kulit apabila dilakukan penggunaan yang
terus menerus secara teratur selama periode waktu tertentu (Lestari dan Mita,
2007)
Pada
dasarnya, perbedaan antara kosmetik dan
kosmeseutikal terletak pada komponen yang terkandung di dalamnya. Menurut
Federal Food, Drug dan Act (FDA) Amerika Serikat, kosmetik didefinisikan
sebagai sesuatu yang digosok, dituangkann, ditaburi, atau disemprotkan atau
diterapkan pada tubuh manusia atau dengan tujuan untuk membersihkan atau
mempercantik penampilan. Sedangkan kosmeseutikal dapat memperbaiki penampilan
dengan memberikan nutrisi yang dibutuhkan kulit agar senantiasa sehat. Biasanya kosmeseutikal mengklaim untuk
memperbaiki warna kulit, tekstur, dan kontur cahaya, sekaligus mengurangi
kerutan (Zhang dan Falla, 2009).
Ukuran
alga terdiri dari mikroalga dan makroalga. Mikroalga (berukuran kecil) adalah spesies
uniselular atau multiselular sederhana yang tumbuh secara cepat, dapat bertahan
hidup pada kondisi dan lingkungan dengan tekanan ekstrem seperti panas, dingin,
anaerob, salinitas, foto oksidasi, tekanan osmotik, dan paparan radiasi
ultraviolet (UV). Makroalga (Berukuran lebih besar) yakni rumput laut umumnya
hidup pada habitat laut, merupakan spesies multiselular, namun tidak memiliki
akar, batang atau daun yang nyata. Makroalga memiliki thaloid atau stipe yang
fungsinya menyerupai akar dan batang (Baweja, 2016).
Dari
segi produktivitas, Alga lebih menguntungkan daripada tanaman lain karena tidak adanya variasi musiman, lebih mudah
diekstraksi, dan bahan mentahnya berlimpah. Mikroalga dapat dikultivasi dengan
cara batch, fed batch, dan continuous batch. Mikroalga dapat mentransformasi
energi panas matahari dan karbon dioksida ke biomasa. Makroalga (rumput laut)
dapat dibagi menjadi tiga grup bedasarkan pigmen mereka, yaitu Chlorophycae
(alga hijau), Phaeophycae (alga coklat), dan Rhadophyceae (alga merah) (Wang
dkk., 2014).
2.2 Potensi
Alga Sebagai Bahan Kosmetikal
Menurut Sedjati
dkk (2017), pemicu utama masalah penuaan/kerusakan kulit adalah stres
oksidatif, yang terjadi secara alamiah dan dipicu faktor lingkungan (seperti
radiasi sinar matahari/UV, asap/polusi udara). Senyawa bahan alam yang
ditemukan di sel alga dapat bermanfaat bagi kulit karena struktur sel alga
mempunyai kemiripan dengan struktur kulit manusia. Alga laut merupakan
organisme fotosintetik yang sering terpapar sinar matahari dan oksigen tinggi,
keduanya merupakan pemicu terbentukknya radikal bebas dan agen pengoksidasi
(oksidator) yang kuat. Radikal bebas dan oksidator berpotensi merubah struktur
dan fungsi sel, namun pada kenyataannya sel alga tidak mengalami kerusakan.
Fenomena ini membuktikan bahwa alga laut memiliki mekanisme pertahanan anti
oksidatif dan mengandung senyawa antioksidan.[1]
Radikal
bebas merupakan salah satu penyebab kerusakan sel atau jaringan yang
menimbulkan penyakit degeneratif, penyakit autoimun, hingga kanker. Radikal
bebas terbentuk di dalam tubuh akibat produk samping proses metabolisme ataupun
karena terpapar melalui pernafasan lalu tersebar ke seluruh tubuh. Antioksidan
pada tubuh manusia berfungsi untuk menangkal reaktivitas radikal bebas yang secara
kontinyu dibentuk oleh tubuh. Kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh radikal
bebas pada dasarnya diakibatkan oleh jumlah senyawa oksigen reaktif melebihi
jumlah antioksidan dalam tubuh (Sadikin, 2001).
Alga
termasuk kingdom Plantae yang merupakan sumber bahan baku yang halal untuk
digunakan pada kosmetik. Bahan aktif alga berpotensi sebagai bahan baku
kosmetik di Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim. Alga menghasilkan
komponen seperti polisakarida, lipid, protein, pigmen, dan fenol yang diketahui
memiliki berbagai potensi dalam produk kosmetik. Alga berfungsi sebagai zat
tambahan pada formulasi kosmetik seperti penstabil atau pengemulsi, serta dapat
berfungsi sebagai zat aktif pada kosmetik. Metabolit sekunder alga telah
diketahui manfaatnya untuk kulit, seperti ekstrak Arthospira dapat memperbaiki
tanda-tanda penuaan kulit, mengencangkan kulit, dan mencegah pembentukan
kerutan (selulit) (Oktarina,
2017). [2]
Makroalga
telah digunakan secara komersil sebagai lulur herbal contohnya Laminaria yang dicampur
tanaman herbal lainnya. Berfungsi untuk mencegah penyakit dan juga untuk
menghaluskan kulit. Makroalga juga telah digunakan pada pembuatan sabun,
shampoo, bedak, krim, dan lainnya. Makroalga dapat meningkatkan kualitas kulit
karena dapat meregenerasi sel, merangsang penumbuhan sel kulit baru, memperkuat
kulit dalam menangkas paparan sinar UV, radiasi dan toksin, menangkal radikal
bebas karena kandungan antioksidan, melembabkan sel kulit, mencegah penuaan
dini, mencegah keriput, mendetoksi dan mengoksigenasi sel kulit dengan
kandungan mineralnya serta membantu membuka pori-pori kulit untuk meningkatkan
kinerja pembersih kulit.
Menurut
Fitton dkk (2016), di Australia tepatnya di Marinova, terdapat sebuah
perusahaan bioteknologi yang telah mengembangkan senyawa bahan alam dari alga
coklat Undaria pinnatifida dan Fucus fesiculosus sebagai bahan kosmetik.
Esktrak Undaria pinnatifida mengandung fukoidan 89,6%, polifenol <2%,
karbohidrat netral 48,8%, sulfat 27,4%, dan kation 9% yang terbukti dapat melindungi
kulit (skin protecting). Sedangkan ekstrak Fucus fesiculosus yang mengandung
fukoidan 58,6%, polifenol 33,7%, karbohidrat netral 43,7%, sulfat 10,1% dan
kation 3% dapat mereduksi noda-noda penuan, meningkatkan kecerahan kulit,
pelembab serta pelembut kulit.
Alga sebagai bahan
kosmetikal dapat dijadikan sebagai antioksidan, pemutih, antimikroba dan
bakteria, pelembab, dan sebagainya. Berikut penjelasan lebih rincinya :
a.
Alga
sebagai antioksidan
Secara
alami kulit memiliki agen antioksidan untuk mencegah Reactive Oxygen Species
(ROS) dan mencegah ketidakstabilan kulit. Namun efek paparan UV dari sinar
matahari dapat meningkatkan ROS, sehingga menimbulkan oksidatif stress yang
berujung pada rusaknya sel radikal yang menyebabkan lisis pada protein, membran
lipid dan DNA. ROS dapat juga menginduksi kematian sel berupa apoptosis atau
nekrosis, yang diindikasi dengan adanya keriput dan kekeringan pada kulit.
Akumulasi ROS menyebabkan indikasi penuaan kulit seperti inflamasi pada
jaringan kutaneus, melanoma dan kanker kulit (Wang dkk., 2014).
ROS
terbentuk melalui radiasi UV yang akan menyebabkan produksi ROS, sehingga
mentriger reseptor dan meninisiasi signal MAPK yang akan mengaktifkan AP-1 yang
hasil responnya adalah induksi MMP dan penurunan produksi kolagen di
keratinosit dan fibroblast; oksidasi DNA, protein, dan lipid; kerusakan
mitokondria; dan kerusakan telomer pada DNA. Radiasi UV juga akan meningkatkan
ekspresi MMP, yang dapat menginduksi degradasi extracellular matrix (ECM).
Selain paparan UV, faktor ekstrinsik meliputi merokok, paparan polusi, radiasi
infamerah, dan panas berkontribusi pada penuaan kulit. Antioksidan pada
beberapa alga berperan dalam penangkal radiasi UV sehingga mencegah
terbentuknya ROS (Kim and Park 2016).
Menurut
Couteau dan Coiffard (2016), polisakarida seperti laminaran, fukoidan dan
alginate turunan dari alga coklat seperti Fucus
vesiculosus dan Turbinaria conoides
mengandung antioksidan, yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah penuaan kulit
dan kelainan jaringan kutaneus. Antioksidan juga berfungsi menjaga sifat
organoleptik dari kosmetik dengan menghambat oksidasi lipid, yang dapat
menyebabkan perubahan warna, aroma dan rasa.
b.
Ekstrak
alga sebagai pemutih
Tirosin
mengkatalis dua reaksi pada sintesis melanin yaitu hidroksilasi dari L-tirosin
menjadi 3,4-dyhidroxy-L-phenylalanine (L-dopa) dan oksidasi dari L-dopa menjadi
dopaquinone, yang selanjutnya dikonversi menjadi melanin. Paparan sinar
matahari mengakibatkan meningkatnya sintesis tirosinase dan melanosom.
Melanosom yang matang akan membentuk melanin, yang selanjutnya bermigrasi ke
lapisan keratin, dimana terjadinya degradasi melanin menjadi melanisasi dan
pencoklatan kulit (tanning).
Hilangnya melanin oleh pengelupasan kulit dapat memindahkan kulit yang
mencoklat. Tirosin inhibitor merupakan pendekatan yang paling umum dalam
pemutihan kulit, yaitu dengan enzim mengkatalis pigmentasi (Babitha dan Kim
2011).
Fukosantin
yang diisolasi dari Laminaria japonica
telah terbukti dapat menekan aktivitas tirosinase pada perlakuan penyinaran oleh
UVB dan melanogenesis pada perlakuan penyinaran UVB. Fukosantin juga menekan
ekspresi mRNA yang berhubungan dengan melanogenesis, sehingga fukosantin dapat
meregulasi negatif melanogenesis pada tahap transkripsi. Floroglukinol,
metabolit sekunder dari alga coklat, juga dapat menginhibisi aktivitas
tirosinase karena kemampuannya dalam mengkelasi tembaga. Hal ini menunjukkan
bahwa komponen bioaktif dari alga laut mempunyai potensi untuk dijadikan bahan
pemutih kulit (Fabrowska dkk., 2015).
c.
Ekstrak
alga sebagai anti mikroba
Rumput
laut memiliki kemampuan untuk membunuh fungi dan bakteri yang merugikan untuk
menjaga kestabilan bakteri alami pada tubuh. Oleh karena itu, rumput laut dapat
digunakan sebagai pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroba yang dapat
merusak kosmetik dan membahayakan pengguna kosmetik. Alga merah (Rhodomela confervoides) dan alga coklat
(Padina pavonica) efektif dalam
melawan Candida albicans dan Mucor ramaniannus. Kedua pecies ini yang
dapat menyebabkan infeksi. Alga ini juga efektif dalam melawan fungi dan hal
ini sangat berguna pada pengguna dengan kondisi bakteri alami yang sedang tidak
stabil (Wang et al. 2014).
Berdasarkan
penelitian Fenical pada tahun 1976, Laurinterol turunan dari alga merah (Laurencia pacifia) dapat digunakan untuk
mengobati infeksi oleh S. aureus.
Spesies alga lainnya yaitu Himanthalia
elongate dan Synechocystis sp.
juga memiliki sifat anti mikroba terhadap E.
coli, S. aureus, C. albicans, dan A.
niger (Plaza dkk., 2010). Kemampuan ini dapat menjadikan alga sebagai
pengawet alami untuk kosmetik sekaligus zat antibakteri juga anti inflamasi
pada medicated cosmetic.
d.
Alga
sebagai pelembab
Pelembab biasanya digunakan pada kulit kering. Perawatan dengan
pelembab dapat menurunkan TEWL dengan mekanisme barrier repair, mencegah
evaporasi air dari epidermis, berperan dalam penggantian senyawa lipid serta
mengembalikan kelembutan kulit. Pada sebagian besar produk pelembab yang ada
mengandung bahan sintetis yang dapat menimbulkan efek samping berupa terbakar,
pedih dan pedas (Loden, 2003).
Pelembab merupakan langkah awal dalam melawan penuaan kulit,
menjaga keelastisan kulit, menjaga kekuatan kulit serta sebagai pelindung dari
lingkungan luar. Lipid pada alga berperan sebagai pelembab, yakni linoleic
acid; dan protein beserta turunannya seperti Natural Moisturizing Factor (NMF),
ceramide, aquaporin serta DNA. NMF sangat penting untuk kelembaban stratum
korneum, penjaga homeostasis, deskuamasi, dan elastisitas kulit. NMF terbentuk
dari asam amino. Asam amino yang terdapat pada alga seperti histidine,
tirosine, triptofan (Couteau dan Coiffard 2016). Pelembab alami dapat
menurunkan resiko iritasi kulit sehingga aman digunakan dibandingkan pelembab
dari petrokimia.
Hyaluronic acid (HA) telah umum digunakan sebagai material
pelembab kulit. Kandungan HA ini dapat ditemukan pada tanaman dan hewan, namun
dengan ketersediannya cukup terbatas. Polisakarida dari alga dapa menjadi
alternatif lain dalam mendapatkan HA ini karena jumlahnya melimpah dan ramah
lingkungan, dengan harga relatif murah juga dapat menggantikan petrokimia.
Menurut penelitian Wang dkk (2014) polisakarida yang diekstraksi dari alga
coklat (Saccharina Japonica) dapat
menyerap dan menjaga kelembaban. Ekstrak Saccharina japonica juga memberikan
kelembaban yang lebih baik dibandingkan dengan HA. Dengan hal ini, polisakarida
yang diekstraksi dari alga dapat berperan sebagai bahan tambahan pada kosmetik
atau sebagai pengganti HA.
2.3 Beberapa
Alga Yang Digunakan Sebagai Bahan Kosmetikal
1. Alga
coklat
Salah
satu alga coklat yaitu Sargassum sp.,
banyak mengandung bahan bioaktif, seperti: alginat, fukoidan, fucoxantin, dan
phlorotannin. Senyawa ini merupakan senyawa fenolik yang khas pada alga coklat
dan banyak digunakan untuk perawatan kulit, karena bisa berfungsi sebagai bahan
pengemulsi (emulsifier), pemutih (skin whitening), pencegah penuaan (anti-ageing), anti kerutan (anti-wrinkle), pencegah alergi, dan
sebagai antioksidan. Di Indonesia sendiri terdapat Sargassum duplicatum yang berpotensi sebagai antioksidan karena
mengandung zat-zat aktif seperti fukoidan dan komponen fenolik (Lim dkk.,
2002).
Menurut
Samee dkk (2009), jenis komponen fenolik yang banyak dijumpai pada rumput laut
coklat adalah phlorotanin yang berkisar antara 0.74% sampai 5.06%.Dari hasil
penelitian Sedjati dkk (2017), kandungan total fenol Sargassum sp. berkisar dari 0,11±0,01 mgGAE/g - 1,36±0,01 mgGAE/g
berat kering. Pelarut air dapat menarik lebih banyak senyawa fenolik dibanding
pelarut alkohol. Maserasi dengan pelarut metanol teknis 50% dapat menarik
senyawa fenolik sebesar 0,44±0,03 mgGAE/g berat kering, sedangkan dengan air
panas (infused hot water) total
fenoliknya meningkat menjadi 0,95±0,03 mgGAE/g berat kering. Pemanasan selama
30 menit (suhu 100˚C) dan dilanjutkan dengan proses maserasi selama 24 jam
menghasilkan kandungan total fenolik tertinggi, yaitu 1,36±0,01 mgGAE/g berat
kering.
Wai
dkk (2015), juga pernah melakukan penelitian yang sama. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa total
TPC Sargassum polycystum di Malaysia
yang diperoleh secara maserasi 50% etanol (1:10) selama 2 jam dengan suhu 65˚C
adalah 0,37±0,01 mgGAE/g berat kering. Ozgun dan Turan (2015) juga meneliti
beberapa makroalga coklat dari Teluk Iskenderun (Turki) yang dimaserasi dengan
metanol (4˚C; 20 jam), TPC berkisar antara 0,36±0,04 - 1,31±0,03 mgGAE/g berat
kering, dan yang tertinggi adalah TPC Sargassum
schimperi. Sehingga dapat diketahui bahwa Sargassum polycystum memiliki potensi antioksidan lebih tinggi
dibanding rumput laut Eucheuma denticulatum
dan Kappahycus alvarezzi. Hwang dkk
(2010), melakukan penelitian terhadap Sargassum
hemiphyllum di perairan Penghu County, Taiwan, namun diekstraksi dengan
metode maserasi air panas. Ekstraknya memiliki potensi antioksidan (IC50)
sebesar 410 mg/L.
Menurut
Berthon dkk (2017), senyawa fenolik makroalga seperti alga coklat menunjukkan
beberapa bioaktivitas seperti antioksidan, antiradical, antialergi, antiradang,
dan antiradiasi UV. Sehingga alga coklat berfungsi sebagai penghambat pelepasan
histamin ketika terjadi peradangan kulit, sehingga mampu mencegah terjadinya
dermatitis atopic. Heo dkk (2009),
menjelaskan fungsi senyawa fenolik sebagai anti oksidan bisa dilihat dari
kemampuan senyawa tersebut sebagai penangkal radikal bebas (free radical scavenging). Semakin tinggi
persen inhibisi terhadap radikal bebas sintetis (DPPH), semakin besar potensi
antioksidannya. Filtrat air (metode perebusan) menghasilkan potensi antioksidan
tertinggi (81,35±0,42 %). Jika diekivalenkan dengan kurva standar asam ascorbat,
maka setara dengan 0,37±0,01 mg/g Sargassum
sp. kering. Sargassum sp. merupakan
senyawa phlorotannin, yaitu oligomer dari phloroglucinol (fucol, phlor-ethol,
dan eckol).
2. Ganggang
hijau (Ulva lactuca)
Menurut Taskin dan Kurt (2007),
ganggang telah terbukti memiliki aktifitas
farmakologi sebagai anti bakteri, anti bakterisidal, anti inflamsi dan
anti tumor. Ganggang hijau mengandung zat aktif berupa phytomelatonin, yaitu
senyawa melatonin yang terdapat dalam tanaman (phyto). Ulva lactuca merupakan
jenis ganggang hijau yang tumbuh diperairan laut. Menurut Depkes tahun 1995,
simplisia yang telah mengalami proses pengeringan perlu ditentukan kandungan
airnya. Dimana syarat mutu kadar air simplisia kurang dari 10%. Dari hasi
penelitian Salamah dkk (2015), menyatakan bahwa Kadar air simplisia Ulva
lactuca sebesar 8,76%. Hal ini berarti kadar air Ulva telah memenuhi syarat
mutu untuk kadar air simplisia yaitu tidak lebih dari 10%. Dari penelitian ini
juga dilakukan pengujian susut pengeringan dan penetapan kadar abu ekstrak.
Menurut Emilan dkk (2011), penetapan kadar abu ekstrak bertujuan untuk
memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari
proses awal sampai terbantuk ekstrak. Atau dapat dikatakan nilai atau rentang
yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi. Susut pengeringan Ulva
lactuca sebesar 10,41% dan abu ekstrak sebesar 26,70%. Nilai abu ekstrak
ini cukup besar sehingga mengindikasikan banyaknya mineral yang terkandung di
dalam ekstrak.[3]
3. Porphyra sp
Alga
ini mengandung mikrosporine-mirip seperti asam amino (MMAs) yang dapat menyerap
cahaya UV, sehingga bersifat sebagai anti UV. Porphyra dentante dapat menghasilkan fukosterol yang dapat berperan
sebagai anti UVA dan UVB. Polisakarida dengan gugus sulfat yang diisolasi dari Porphyra tenera atau Porphyra yezoensis (nori) yaitu
porphyran, juga diketahui memiliki kandungan antialergik. Porphyran merupakan
keluarga dari poligalaktan dengan gugus sulfat dan dibentuk dari gugus
galaktosa dan 3,6-anhydrogalactose. Porphyran yang diekstraksi memiliki fungsi
sebagai anti peradangan, dengan cara memakan ROS (Fleurence and Gall 2016).
Selain itu terdapat juga Spirullina
dan Chlorella vulgaris. Menurut
Neto dkk (2014), Spirulina dapat digunakan dan aman sebagai komposisi bahan
aktif kosmetik. Chlorella vulgaris menstimulasi pembentukan kolagen pada kulit,
mendukung regenerasi jaringan dan mencegah kerutan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
-
kosmetik didefinisikan
sebagai sesuatu yang digosok, dituangkann, ditaburi, atau disemprotkan atau
diterapkan pada tubuh manusia atau dengan tujuan untuk membersihkan atau
mempercantik penampilan. Sedangkan kosmeseutikal dapat memperbaiki penampilan
dengan memberikan nutrisi yang dibutuhkan kulit agar senantiasa sehat. Alga
termasuk kingdom Plantae yang merupakan sumber bahan baku yang halal untuk digunakan
pada kosmetik.
-
Alga sangat berpotensi
untuk dijadikan bahan baku kosmetikal, diantaranya sebagai antioksidan,
pemutih, anti bakteri dan pelembab.
-
Alga yang dapat dijadikan
bahan baku kosmetikal, diantaranya : Alga coklat, ganggang hijau, Porphyra sp, Spirullina sp dan Chlorella
vulgaris.
3.2 Saran
-
Meskipun alga sudah
dijadikan bahan kosmetikal sejak dulu, tetapi di Indonesia perkembangan dan
penggunaannya masih kurang. Padahal alga mengandung bahan aktif yang bagus
untuk kulit. Selain itu, alga di Indonesia cukup berlimpah, harganya relatif
lebih murah dan lebih aman dibanding dengan bahan kimia. Sehingga disarankan
untuk lebih memaksimalkan potensi alga ini dalam produk kosmetikal alami yang
aman digunakan.
-
Sebagai sainstis, kita
perlu terus mempelajari tentang alga, kandungan dan manfaatnya di berbagai
bidang untuk memaksimalkan kegunaan dan meningkatkan produk lokal yang
ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA
Babitha, S. dan E.K. Kim. 2011. Marine Cosmeceuticals: Trends and Prospects.
Chapter 5: Effect of Marine
Cosmeceuticals on the pigmentation of skin. Se-Kwon Kim (ed). Florida: CRC Press.
Baweja,
P., S. Kumar, D. Sahoo, dan I. Levine. 2016. Seaweed in Health and Disease Prevention. Chapter 3: Biology of
Seaweed. Edited by J. Fleurence and I. Levine. Elsevier.
1(2) : 41-106.
Berthon,
J., R. Nachat-Kappes, M. Bey, Jean-Paul C., I. Renimel, dan E. Filarire. 2017. Marine Algae as Attractive Source to Skin
Care. Free Radical Research. 51(6): 555- 567.
BPOM.
PERKA BPOM RI No: HK.00.05.42.1018. 2008. Tentang
Bahan Kosmetik.
Couteau,
C. dan L. Coiffard. 2016. Seaweed in Health and Disease Prevention. Chapter 14:
Seaweed Application in
Cosmetic. Edited by J. Fleurence and I. Levine. Elsevier. 1(2) : 423-441.
DepKes RI. 1995. Materia Medika
Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Emilan T, Kurnia A, Utami B, Diyani LN, Maulana A. 2011. Konsep herbal Indonesia: Pemastian mutu produk herbal [laporan].
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia.
Fabrowska, J., B.
Leska, G. Schroeder, B. Messyasz, dan M. Pikosz. 2015. Marine Algae Extracts:
Processes, Products, and Applications, First Edition. Chapter 38: Biomass and Extracts of Algae as Material for
Cosmetics. Edited by S.K. Kim and K. Chojnacka.
Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA.
Fitton,
H. J, T. Oddie, D. Stringer, dan S. K. Marinova. 2016. Marine Plant Extracts
Offer Superior Dermal
Protection OH. March. 1 (2) : 51–54.
Fleurence, J. Dan E.
Ar Gall. 2016. Seaweed in Health and Disease Prevention. Chapter 12: Antiallergic Properties. Edited by J.
Fleurence and I. Levine. Elsevier: 389-406.
Heo,
S.J., Ko S.C., Cha S.H., Kang D.H. Park H,S., dan Choi Y. Effect of
Phlorotannins isolated from Ecklonia
cava on Melanogenesis and Their Protective Effect Against Photo-oxidative Stress Induced by UV-B
Radiation. Toxicol. in Vitro. 23 (2) : 1123-1130.
Hwang,
Pai-An, Chwen-Herng W., Shu-Yun G., Shih-Yung C., dan Deng-Fwu H. 2010. Antioxidant and Immune-Stimulating Activities
of Hot-Water Extract from Seaweed Sargassum Hemiphyllum. Journal of
Marine Science and Technology. 18(1) : 41–46.
Kim,
M. dan H. J. Park. 2016. Molecular
Mechanisms of Skin Aging and Rejuvenation, Molecular
Mechanisms of the Aging Process and Rejuvenation, Prof. Naofumi Shiomi (Ed.). InTech.
Lestar Imas, Laili dan Mita, Soraya
Ratnawulan. 2017. Potensi Alga Laut Dan Kandungan Senyawa Biologisnya Sebagai
Bahan Baku Kosmeseutikal. Farmaka
Suplemen. 27(5) : 485-94.
Lim,
S.N, Cheung P.C, Ooi V.E, dan Ang P.O. 2002. Evaluation of antioxidative
activity of extracts from a brown seaweed,
Sargassum siliquastrum. J Agric
Food Chem. 50(13) : 3862-3866.
Lodén, M. 2003. Role
of topical emollients and moisturizers in the treatment of dry skin barrier disorders [Internet]. American Journal of Clinical Dermatology.
771–88.
Neto,
D.C., F.B. de Camargo, dan P.B.G.M. Campos. 2014. Cosmetic composition containing Spirulina and cosmetic
treatment method. Patent US.
Oktarina, Eva.
2017. Alga : Potensinya pada Kosmetik dan Biomekanismenya. Majalah Teknologi Agro
Industri (Tegi). 9(2) : 1-10.
Ozgun,
S dan F. Turan. 2015. Biochemical composition of some brown algaefrom
Iskenderun Bay, the northeastern
Mediterranean coast of Turkey. J. Black Sea/Mediterranean Environment. 21(2): 125-134
Plaza, M., S.
Santoyo, L. Jamie, R.G.G. Blairsy, M. Herrero, F.J. Senorans, dan E. Ibanez. 2010. Screening for bioactive compounds from
alga. J. Pharm. Biomed. Anal. 51(2) : 450-455.
Sadikin,
M. 2001. Pelacakan dampak radikal bebas
terhadap makromolekul. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Salamah,
Nina ., Wahyu Widyaningsih, Innayah Izati dan Hari Susanti. 2015. Aktivitas Penangkap
Radikal Bebas Ekstrak Etanol Ganggang Hijau Spirogyra
Sp. Dan Ulva Lactuca Dengan Metode Dpph. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 13 (2) : 145-150.
Samee
H, Li ZX, Lin H, Khalid J, and Guo, YC. 2009. Antiallergic effects of ethanol
extracts from brown seaweeds. Journal
of Zhejiang University Science B.,10(2):147-153
Sedjati,
Sri., Suryono, Adi Santosa, Endang Supriyantini dan Ali Ridlo. 2017. Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Senyawa Fenolik
Makroalga Coklat Sargassum sp. Jurnal
Kelautan Tropis. 20 (2) : 117–123
Taskin
E dan Kurt O. 2007. Antibacterial activities of some marine algae from the
Aegean Sea (Turkey). African
Journal of Biotechnology. 6(24): 274-275.
Uppala,
L. 2015. A Review on Active Ingredients from Marine Sources Used in Cosmetics. SOJ Pharm Phamr Sci. 2(3): 1–3.
Wai,
C., Foong F., Chun Wai H., Wilson T. L. Y., Faridah A., dan Chin P. T. 2015.
Effects of Phenolic Antioxidants
Extraction from Four Selected Seaweeds Obtained from Sabah PrePrints. peerj.prepri nts.1(2) : 1 – 9.
Wang,
H.M.D., C.C. Chen, P. Huynh, dan J.S. Chang. 2014. Exploring the potential of
using algae in cosmetics. Bioresource
Technolgy. 12(1) : 1-28.
Zhang
L dan Falla TJ. 2009. Cosmeceuticals and
peptides. Clinics in dermatology.
[1] Sri Sedjati, Adi Santosa, and Endang Supriyantini,
“Aktivitas Antioksidan Dan Kandungan Senyawa Fenolik Makroalga” 20, no.
November (2017): 117–23.
[2] Eva Oktarina et al., “Alga : Potensinya Pada Kosmetik
Dan Biomekanismenya (Algae: Potency on Cosmetic and Its Biomechanism),” Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi 9,
no. 2 (2017).
[3] Nina Salamah et al., “Aktivitas Penangkap Radikal
Bebas Ekstrak Etanol Ganggang Hijau Spirogyra Sp . Dan Ulva Lactuca Dengan
Metode DPPH ( Free Radical Scavenger Activity of Green Algae Ethanolic Extract
Spirogyra Sp . and Ulva Lactuca Using DPPH Method )” 13, no. 2 (2015): 145–50.
Komentar
Posting Komentar